Jangan Berburuk Sangka Saat Berpuasa

Puasa adalah bagian dari ujian menata banyak bagian tubuh ini dari hal hal yang kurang baik. Mata dijaga dari pandangan yang menimbulkan syahwat. Telinga dijaga dari pendengaran yang tidak manfaat dan bahkan merusak. Mulut dijaga dari makanan yang haram. Begitu juga lisan harus selalu dijaga dari ucapan yang menimbulkan kesalahpahaman dan kerusakan.

Itu masih puasa terkait dengan hal hal yang bersifat fisik. Puasa yang dilakukan oleh ummat manusia, juga mencakup hal yang terkait dengan perbaikan batin. Tidak cukup dengan selesainya urusan fisik saja. Karena jika ini yang terjadi, maka yang didapatkan hanyalah lapar dan dahaga. Oleh karenya, puasa juga harus melibatkan urusan batin, terkait dengan hati yang ihlas dan kepercayaan yang penuh. Dengan demikian, setiap yang berpuasa dengan penuh kepercayaan dan keihlasan, akan mendapatkan ampunan untuk dosa dosa yang telah dilakukan sebelumnya, sebagaimana dalam hadits Rasulullah saw.

Salah satu puasa batin yang perlu dilatih saat berpuasa itu adalah janganlah berburuk sangka kepada siapa saja. Termasuk berburuk sangka terhadap ketetapan Allah swt, karena manusia harus yakin bahwa ketetapan Allah swt adalah hal terbaik bagi ummat manusia. Dalam Islam kondisi ini biasanya diistilahkan dengan istilah khusnudzon (berbaik sangka) atau dalam bahasa sekarang sering diitilahkan positive thinking (berfikir positif atas semua keadaan).

Menurut Abdullah Tuasikal (2008) pada setiap keadaan yang tidak baik bagi manusia itu terdapat beberapa rahasia Allah : Mengangkat derajat karena kesabarannya, juga dapat melebur dosa yang lalu bagi yang ihlas menerima keadaan. Pasti ada rahasia di setiap keadaan yang ditetapkan Allah swt. Oleh karenanya, kewajiban ummat manusia itu menerima semua ketetapan dengan lapang hati.

Islam melarang manusia berburuk sangka kepada  siapa saja dan terutama kepada Allah swt yang meliputi tiga hal. Pertama, prasangka Allah swt akan memelihara kebatilan terus di dunia ini. Hal ini sebagaiman difirmankan dalam surat al Fath 12 : Tetapi kamu menyangka bahwa Rasul dan orang orang mukmin, tidak sekali kali akan kembali kepada keluarga mereka selama lamanya (terbunuh dalam peperangan) dan syaitan telah menjadikan kamu memandang baik dalam hatimu persangkaan itu, dan kamu telah menyangka dengan sangkaan yang buruk dan kamu menjadi kaum yang binasa. Kedua, mengingkari qodlo dan qodar Allah yaitu menyatakan bahwa ada sesuatu yang terjadi di alam iniyang diluar kehendak dan takdir Allah swt. Ketiga, mengingkari adanya hikmah yang sempurna dalam taqdir Allah.

Manusia berusaha dan Allah swt jualah yang nantinya memberikan ketatapan terbaik bagi ummat. Oleh karena itu, ummat manusia harus meyakini bahwa jika Allah swt sudah menetapkan, tidak perlu ada prasangka lagi. Apalagi prasangka yang tidak baik, karena hanya akan menumbuhkan ketidaktenangan dalam mengarungi hidup yang penuh tantangan, ujian, dan cobaan. 

Salah satu jalan untuk mengurangi keinginan untuk berprasangka ini adalah dengan introspeksi terhadap apa saja yang telah dilakukan. Apakah kita memang sudah lebih baik dari orang lain. Apakah amal kebaikan kita memang sudah lebih banyak dari yang lain, dan beragam pertanyaan lainnya. Pertanyaan pertanyaan inilah yang nantinya dapat dijadikan salah satu alat ukur banyak hal tentang diri kita. Bagaimana dengan anda ? (*)

***

*) Penulis Noor Shodiq Askandar, Ketua PWLP Maarif NU Jatim dan Wakil Rektor 2 Unisma Malang